Hasto optimis karena pengguna kontrasepsi suntik jangka waktu 3 bulan yang mengandung hormon progestin cukup dominan. Maka pergeseran penggunaan dari suntik menjadi implan merupakan hal yang mudah, karena tubuh akseptor (peserta KB) bisa menyesuaikan serta tidak sulit menerima implan karena memiliki kandungan yang sama.
“Kekurangan gizi pada anak juga sangat berkaitan erat dengan jarak kehamilan atau kelahiran. Terlalu dekat jarak kelahiran, terlalu banyak, serta terlalu tua atau muda usia ibu melahirkan, menjadi faktor tingginya angka kematian ibu dan bayi tentunya juga menjadi faktor terjadinya stunting,” tambahnya.
Lebih lanjut dikatakannya, angka unmet need (kebutuhan KB yang belum terpenuhi) selama pandemi meningkat, orang-orang yang harusnya mendapatkan pelayanan KB akan tetapi belum bisa dilayani karena keterbatasan.
BACA JUGA : BKKBN Berharap Rumah Data Kependudukan Setiap Kampung KB Valid
Sementara ujarnyalagi, jika menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 saja angka unmet need atau Pasangan Usia Subur (PUS) yang mestinya KB tetapi belum terlayani atau tidak ikut KB karena berbagai alas an terbilang tinggi, yakni 10,6 persen dari total PUS.
“BKKBN mengharapkan jejaring pelayanan Faskes bisa bertambah yakni faskes dari bidan praktek mandiri menjadi ujung tombak dari pelayanan KB. Dengan adanya pilihan-pilihan baru alokon ini juga saya harap menjadi daya tarik juga bagi penggerakan KB pasca persalinan,” pungkasnya.***