HARIAN BERKAT – Akhir-akhir ini kondisi cuaca semakin tidak bersahabat di berbagai belahan bumi. Terjadi pergeseran bulan basah dan kering. Hal ini tidak terlepas dari perubahan iklim.
“Diluar kebiasaan. Bulan ini setidaknya ada hari kering yang cukup panjang. Tetapi sekarang setiap hari turun hujan,” kata Mulyadi Tawik, Ketua DPW PKB Kalbar.
“Tentunya ini tidak terlepas dari kondisi perubahan iklim,” tambah dia.
Mulyadi Tawik menyampaikan hal tersebut ketika memberikan pengantar dalam Diskusi Publik Green Party PKB Kalbar, di Cafe Kopi Sekampoeng Pontianak, Senin 3 Oktober 2022 malam.
Diskusi Publik Green Party ini mengusung tema “Upaya Perwujudan Keadilan Sumber Daya Alam Berkelanjutan di Tengah Krisis Iklim”.
Baca Juga: Dorong Teknologi Ramah Lingkungan, Berikut Terapannya
Bersama Fasilisator Fajri Nailus, Diskusi Publik Green Party ini menghadirkan beberapa narasumber. Di antaranya Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Kalbar, Adi Yani.
Selain itu hadir pula Perwakilan Bappeda Kalbar Yoda, Staf Prakirawan Stasiun BMKG Kalbar Fanni Aditya, dan Aktivis JARI Borneo Barat, Mohammad Taufik Hidayat.
Kemudian Akademisi Prof. Gusti Hardiansyah, Mantan Rektor Untan Prof Thamrin Usman dan Anggota DPR RI dari Fraksi PKB Siti Mukaromah yang juga Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa
Dalam kesempatan ini, Kepala Dinas LHK Kalbar, Adi Yani mengatakan, perubahan iklim ini tidak terlepas dari pertumbuhan industri global yang melepas emisi karbon ke udara.
Baca Juga: Muhaimin Dapat Kejutan Kue Ultah ke 56, Puan: Koalisi PDIP-PKB Adalah Mungkin
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah, ungkap Adi Yani, memperbaiki tata kelola hutan dan lahan di tingkat tapak dan mendorong masyarakat untuk turut serta menjaga hutan.
“Ada skema perhutanan sosial yang melibatkan masyarakat, dan di Kalbar sudah ada sekitar 200 lembaga pengelola dengan total areal kerja mencapai lebih kurang 400 ribu hektar,” ujarnya.
Selain itu kata dia, Dinas LHK juga punya program membagikan bibit tanaman kehutanan dan buah-buahan kepada masyarakat melalui Kantor Kesatuhan Pengelolaan Hutan (KPH) yang ada di tiap kabupaten.
“Poinnya semakin banyak tegakan baik tanaman kehutanan maupun buah-buahan, maka memungkinkan untuk penyerapan karbon yang semakin tinggi dalam upaya kita untuk mengurangi emisi,” jelas Adi Yani.
Baca Juga: Sinergi PKBI Kalbar dan BAZNAS, Membina Mental Spritual Andikpas LPKA Kelas II Sungai Raya
Sementara Staf Prakirawan Stasiun BMKG Kalbar Fanni Aditya menjelaskan tentang kondisi dinamika atmosfer dan potensi bencana Kalbar.
Menurut Fani, 2020 sampai 2022 adalah rekor La Nina atau peningkatan curah hujan selama 3 tahun berturut-turut.
“Dan ada potensi muncul El Nino atau pengurangan curah hujan pada tahun 2023 hingga 2024,” ungkap Fani.
Seperti yang terjadi saat ini, kata dia, dalam kondisi normal, seharusnya September masih pada kondisi kering atau curah hujan sedikit. Tetapi nyatanya curah hujan tinggi dan berlanjut sampai Oktober.
Baca Juga: Dasco: Gerindra dan PKB Siap Resmikan Sekretariat Bersama Sampai ke Tingkat Dua
“Kondisi ini disebabkan La Nina. Namun akan berbeda pada 2023 karena ada potensi El Nino, dimana September sampai November akan terjadi bulan kering atau curah hujan yang berkurang,” jelas Fani.
Menurutnya, ada potensi Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) pada 2023 karena ancaman El Nino. Dengan kondisi ini, semua pihak tentunya bisa melakukan antisipasi.
Sementara Perwakilan Bappeda Kalbar Yoda mengatakan, dari sisi kebijakan, Pemprov Kalbar sudah merumuskan kebijakan pemantapan perwujudan kawasan berfungsi lindung.
Tentunya untuk kelestarian ekosistem darat dan laut, pemenuhan kebutuhan air bersih, serta menunjang pengembangan sumber energi terbarukan.
Baca Juga: Sosialisasi Koalisi Gerindra – PKB, Ahmad Muzani: Pesan Persatuan Melalui Gowes
Kemudian keberlanjutan produksi yang berdaya saing, serta meminimalkan dampak perubahan iklim dan bencana alam.
“Salah satu strateginya adalah melestarikan kawasan lindung termasuk kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil,” kata Yoda.
Tentunya dengan memerhatikan potensi lestari untuk mitigasi perubahan iklim, mengurangi risiko bencana alam, dan menunjang pengembangan ekonomi hijau.
“Dengan peningkatan produksi dan produktivitas kawasan budidaya di sekitarnya secara berkelanjutan,” jelas Yoda.