HARIAN BERKAT –Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) mengkritisi kinerja KejaksaanTinggi (Kejati) Kalbar dalam penanganan kasus korupsi Bank BNI 46 Pontianak yang diindikasikan kurang cermat dan propesional.
“Penanganan Kasus Korupsi Bank BNI 46 yang diindikasikan kurang cermat dan profesional oleh Kejati Kalimantan Barat dalam penetapan tersangka TM. Berdasarkan hasil investigasi LAKI terkesan terburu-buru. Karena penetapan tersangka TM, sebelum adanya laporan kerugian keuangan negara dari BPK RI Pusat. Predikat ini disandang oleh 2 mantan karyawan BNI 46 (TM dan J ) dan 1 dari pihak debitur (W) dan ketiganya tidak di tahan,” ungkap Ketua Umum LAKI Burhanudin Abdullah, SH, Senin 3 Januari 2022.
Baca Juga: Dugaan Korupsi Perbankan BNI 46 Pontianak, LAKI Minta Kejati Transparan
Bang Burhan sapaan akrab Burhanudin Abdullah, mengatakan TM awalnya, sekitar bulan April 2018 di tempatkan sebagai PGS (Pegawai Sementara) RM (Relationship Manager) bagian analisa kredit BNI 46 bersama Juliansyah yang sudah menjabat sebagai SRM (Senior Relationship Manager) analisa kredit. Bertepatan ketika itu debitur W sebagai Dirut PT MJL (Mulia Jaya Line) telah menerima fasilitas kredit SKC senilai Rp 3 miliar, untuk Proyek Proverti/Konstruksi Real Estate dengan rincian KMK Plafond Rp 2,5 miliar KMK R/C Rp 500 juta total kredit Rp 3 miliar dengan jaminan bangunan di Jalan Johar Pontianak, pada bulan April 2018 PT MAP dan PT MJL mengajukan penambahan kredit untuk modal kerja pembangunan rumah subsidi .
“Sekitar bulan Desember 2018 TM dan J berhenti sebagai karyawan Bank BNI 46 karena keduanya telah memiliki kerjaan baru di perusahaan. Kepala Cabang BNI 46 ketika itu dijabat Ari Nugroho, Supervisor Lina dan Analisa Kredit Devia. Tahun 2017 dilakukan Reviuw terhadap kredit dimana jangka waktu Kredit 30 September 2017 akan berakhir pada 29 September 2018,” jelasnya.
Kemudian pada Tahun 2018 telah dilakukan penambahan fasilitas kredit oleh Bank BNI 46, SKM menjadi total senilai Rp 21 miliar dengan gabungan antara Debitur W (Dirut PT MJL ) Rp 9 miliar dan AS Rp 9 miliar (Dirut PT MAP) hingga total menjadi Rp 21 miliar dengan jaminan tambahan bangunan berlokasi di Paal 9 Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya. Bangunan di Sungai Raya Dalam dan Bangunan di Jalan Purnama serta Bangunan di Jalan Johar Pontianak. Kepala Bank saat itu dijabat oleh Yohanes W, Kepala Resiko, Tapi Fansa, Pimpinan Kelompok Sumardi, CRM Andar Sujatmiko, dan Analisa Kredit dijabat oleh TM (PGS) dan J serta sebagai Administrasi Okta Arsandi,” ujarnya.
Baca Juga: LAKI Minta Kejati Kalbar Tangani Kasus BNI 46 Transparan
Burhan melanjutkan pada tahun 2019 terjadi pemisahan Group antara W Dirut PT MJL dan AS Dirut PT MAP. Kemudian W dikeluarkan sebagai Dirut PT MAP. Dan Sdr AS Dirut telah menarik Jaminannya , sedangkan fasilitas kreditnya masih berlangsung. Pada tahun yang sama 2019 W Dirut PT MJL diketahui juga telah melakukan penebusan jaminan sebanyak 43 unit senilai lebih kurang Rp 2 miliar dan tahun yang sama pihak Bank mencairkan pinjaman kepada W lebih kurang senilai Rp 2 miliar. Keanehan muncul ketika terjadi pemisahan group antara W dan AS ini.
“Harusnya keduanya mengacu pada AD ART Perusahaan dan terikat pada perjanjian kredit. Sebelum terjadi pelunasan tidak boleh dilakukan pemisahan apalagi Debitur menarik diri dari Bank. Bila dicermati dan di Analisa bahwa pada tahun 2019 ini terjadi indikasi pelanggaran pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor.
Untuk TM sebagai PGS Anasia Kredit jelas tidak memiliki tanggung jawab moral dan moril terhadap kasus ini, sehingga tidak tepat ditetapkan sebagai tersangka karena telah mengajukan resign pada bulan November 2018 dan diberikan surat PHK pada bulan Januari 2019 dengan alasan Indispliner atau tidak masuk kerja 3 hari bertueut turut,” jelasnya.