HARIAN BERKAT: Jika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan agar system Pemilu dengan Proporsional Tertutup (mencoblos lambang partai), para Calon Legislatif (Caleg) peserta pemilu jangan bingung dan resah. Karena dipastikan partai akan membuat peraturan internal.
Peraturan internal partai tersebut tentunya tidak akan membuat peraturan internal dengan system nomor urut karena akan merugikan Caleg yang diusulkan dan merugikan partai itu sendiri serta tidak berkeadilan.
Baca Juga: Pemilu Sistem Proporsional Terbuka Bocor, Jimly Asshiddiqie: Denny Indrayana Pantas Disanksi
Sebanyak 18 partai peserta Pemilu 14 Februari 2024 mendatang, dipastikan tidak akan membuat peraturan internal partai yang menetapkan system nomor urut.
Karena partai peserta sangat sadar, jika system nomor urut diberlakukan dalam peraturan internal partai, maka nomor urut 2 dan seterusnya tidak akan bersedia menjadi Caleg karena dipastikan nomor urut 1 yang akan lolos menjadi anggota DPR dan DPRD.
Selain itu, akan terjadi kerusuhan di internal partai karena memperebutkan nomor urut 1. Dan nomor urut 1 dipastikan akan menjadi sangat berharga alias bisa diperjualbelikan oleh partai.
Baca Juga: Rocky Gerung: Sudah Tak Ada Gunanya Lagi Kritik Kepemimpinan Presiden Jokowi
Oleh karena itu partai peserta Pemilu akan memuat peraturan internal yang tidak dengan system nomor urut. Partai dipastikan akan membuat aturan internal yang tetap menentukan lolos jadi anggota DPR dan DPRD dengan suara terbanyak, atau bisa juga dengan menerapkan aturan internal partai dengan pola prosentase. Umpamanya 50 persen dari BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) atau 30 persen dari BPP (Bilangan Pembagi Pemilih).
Atau bisa juga dengan system suara terbanyak di TPS masing-masing Caleg. Upamanya di suatu Daerah Pemilihan (Dapil) terdapat 1.000 TPS (Tempat Pemungutan Suara) dan di Dapil tersebut ada 10 Caleg. Maka 1.000 dibagi 10 Caleg = 100 TPS.
Baca Juga: Bawaslu Akui Potensi Kecurangan di Pemilu 2024 akan Tetap Ada