HARIAN BERKAT – Seorang warga Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Katharina mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, lantaran kasus yang dihadapinya hingga saat ini, belum menemui titik terang.
Dalam keterangan pers kepada sejumlah wartawan, Katharina yang merupakan single parent ini mengatakan jika ada tiga kasus yang sedang dihadapinya.
Katharina sendiri memiliki lima anak. Empat merupakan anak dari pernikahan terdahulu. Sedangkan satu anak lagi merupakan buah pernikahannya dengan mantan suami yang diduga melakukan penelantaran, kekerasan dan pengancaman terhadap dirinya beserta anak-anak.
Katharina mengatakan, jika dirinya sudah memperjuangkan kasus hukum yang melanda dirinya beserta anak-anaknya.
“Saya meminta tolong dengan sangat, agar Presiden Joko Widodo membantu kami untuk menegakkan keadilan,” ungkap Katharina didampingi kuasa hukum Nanang Suharto beserta Ketua DPD PSI Kota Pontianak, Kristian Wahyu Sutrisno dan jajarannya.
Apalagi, lanjut Katharina, saat ini hidupnya sedang terancam oleh kasus-kasus yang sedang membelit hingga kini.
“Pak Presiden, mengapa saya dan anak-anak saya sulit mendapat keadilan di negeri ini,” ujarnya bertanya.
Katharina membeberkan jika ada tiga kasus yang sedang dihadapinya diantaranya, Pertama, mantan suami diduga memberikan keterangan palsu saat Persidangan perceraian Katharina dan mantan suami.
BACA JUGA : Indonesia Kecam Kekerasan Tentara Israel ke Jamaah Masjid Al-Aqsha Palestina
Kedua, mantan suami Katharina dinilai mengajukan gugatan palsu yang diajukan ke Pengadilan Negeri Pontianak.
Ketiga, mantan suami Katharina menuduh jika wanita single parent ini diduga menelantarkan dan melakukan kekerasan terhadap anak mereka yang masih dibawah umur.
“Laporan soal kasus keterangan palsu di atas sumpah di Pengadilan Negeri Pontianak, yang dilayangkannya ke Polresta Pontianak sejak 2021 memakan waktu lama, baru diproses pada 2022 dan terbit SP3 (Surat Penghentian Penyelidikan) pada 2023,” tuturnya.
Terbitnya SP3 ini mengejutkan bagi Katharina, karena tanggapan Polresta Pontianak atas laporan tersebut dengan mengeluarkan SP3 (Surat Penghentian Penyelidikan) atas kasus keterangan palsu di atas sumpah ini dengan alasan tidak cukup bukti dan bukan unsur pidana.
Padahal, Katharina meyakini bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap pasal 242 KUHP tentang keterangan palsu diatas sumpah dengan ancaman pidana.
BACA JUGA : Cegah Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, Ini Permintaan Wabup Mempawah
Pada saat persidangan pada 2021 lalu, Katharina bersama kuasa hukumnya menghadirkan tiga saksi dan bukti-bukti terkait. Namun, pada persidangan tersebut, Majelis Hakim dinilai mengabaikan seluruh bukti.
Bahkan, ketika Katharina bertanya perihal keterangan palsu diatas sumpah ini kepada Majelis Hakim, justru diminta melapor ke pihak Kepolisian.
Serta, Majelis Hakim menyatakan para saksi yang telah diambil sumpahnya itu harus didengar dan harus dipercaya keterangannya, hal ini membuat Katharina tidak terima.
Usai sidang, Katharina melapor ke Polresta Pontianak namun dirinya tak mendapat kejelasan.
Hal yang terjadi justru, oknum Kepolisian Polresta seolah menyalahkan dirinya karena tidak membantah saat sidang serta tidak banding.