HARIAN BERKAT – Dari bisik-bisik sahabat-sahabat saya memperoleh kabar tentang Ulang Tahun Profesor Dr. H. Syarif Ibrahim Alqadrie, M. Sc, biasa dipanggil mahasiswa dengan singkatan SIA.
Saya tak mau ketinggalan dengan hari bersejarah itu, walaupun itu sudah berjalan berapa lama. Karena itu, saya juga ingin mengucapkan Selamat Hari Ulang Tahun (Harlah) kepada SIA.
Pada kesempatan ini saya juga ingin menyampaikan Hadiah Harlah dalam bentuk tulisan, kesan dan kenangan.
Biasanya sebuah tulisan selalu ada judulnya. Saya mencoba mencari tahu tentang Prof. SIA untuk menetapkan judul hadiah itu melalui google search tentang Beliau.
Dari googlingan tersebut, Saya “singgah ke “Rumah Maya” nya Bang Effendy Asmara Zola (EAZ): Si Tinggal, nama lain untuk Sang Profesor. (dalam https://aksiborneo.com/2024/06/si-tinggal-nama-lain-untuk-profesor-syarif-ibrahim-alkadri-ini-sebabnya/)
Dari tulisan singkat di google itu, saya mendapat ilham dan membuat hadiah tulisan berjudul: “Prof Si Tinggal yang tak pernah Tertinggal.” Mengapa dikatakan Prof Si Tinggal, dan tak pernah Tertinggal?
Mengapa pula : SIA tak pernah Tertinggal?
Ketika pertama kali diterima sebagai mahasiswa Fakultas Teknik Untan tahun 1968, pada acara “Plonco” di kampus awal Untan di Jalan Tanjungpura, dulunya di sampingBioskop Khatulistiwa/ Excellent, kita dikenalkan dengan beberapa dosen Fakultas di lingkungan Untan.
Kala itu Untan baru memiliki lima Fakultas: Hukum. Ekonomi, Pertanian, Teknik, ISIPOL, dan IKIP
Pada waktu itu nama Syarif/SIA belum di kenal luas sebagai dosen. Beliau hanya dikenal sebagai seorang guru SD Islamiyah Kampung Bangka, SMEP Negeri, dan SMEA Negeri Pontianak.
Baca Juga : Sosok Unik Prof Syarif Ibrahim Alqadrie, Persahabatan Media dan Kehangatannya
Kebetulan abang Saya sekolah di SMEP dan SMEA. Dia pernah menjadi murid “Pak Guru” SIA yang punya keluarga “Orang Kraton,” dan “sangat baek,” kata si abang. Beberapa tahun setelah kuliah, saya baru tahu bahwa Pak Guru SIA adalah asisten dan dosen tidak tetap (DTT) pada Fisipol.
Kok di Fisipol bukan kuliah di Fakultas Ekonomi ya? Ternyata SIA lebih tertarik pada Ilmu Sosial dan Politik.
Ternyata Pak dosen SIA adalah alumnus Fisipol Untan tahun 1974 dalam Jurusan Ilmu Administrasi Negara (IAN),Konsentrasi Kebijakan Publik (Public Policy).
Aktif mengajar tahun 1979, dan efektif mulai 1980, Saya mulai mengenal dekat Pak Dosen SIA- Si Tinggal. Kami kian dekat tahun-tahun berikutnya, namun terputus saat Pak Dosen Si Tinggal melanjutkan studi Pascasarjana (S2 dan S3) di University of Kentucky, Lexington, AS.
Gelar M.Sc. (1987), dan gelar Ph.D (1990), diperolehnya masing-masing dalam Jurusan Agricultural, Rural and Forestry Sociology, dan Jurusan Political Sociology, Ethnicity, Conflict and Peace Studies.
Pendidikan Pascasarjana yang kian berkembang saat itu di dalam dan di luar negeri tampaknya menjadi salah satu penggerak Pak Dosen Si Tinggal untuk tidak mau tertinggal dalam bidang ilmunya, yang sekaligus merangkul dua gelar akademik itu.
Periode 1980-1983 kami mulai sering ketemu dalam acara pertemuan rutin/seminar di kampus, dan juga di Pemerintah Kota Pontianak (Pemkot) dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalbar dalam acara penataran, diskusi dan seminar.
Juga ketika itu nama kami sudah mulai menjadi terkenal sebaga isumber utama berita/wawancara wartawan lokal, Harian Akcaya (kini Pontianak Post).
Kala itu, saya memperhatikan bahwa Pak Dosen Si Tinggal memang sangat santun dalam sikap kegiatan apapun, baik ketika bicara langsung, maupun ketika menanggapi pertanyaan dalam pertemuan/seminar sebagai baik pembicara/nara sumbernya maupun peserta; mungkin karena Beliau pernah menjadi guru di SD, SLTP dan SLTA.
Sebagai pendidik, Beliau memang patut dipuji, sebagai dosen yang tidak menggurui, tetapi memotivasi dan mendampingi mahasiswanya.
Era 1990- setelah kembali dari negara Paman SAM, sampai memasuki purna tugas, kami boleh dikatakan banyak bertemubersama, baik sebagai anggota senat Untan, tetangga dekat, maupun sebagai peserta/pembicara dalam seminar-seminar.
Sebagai sesama kelahiran Pontianak, Kote Khatulistiwa, kami tentu saja khawatir (concerned) dan peduli (care) dengan arah pembangunan kota Pontianak khususnya, dan Kalbar pada umumnya.
Pernah suatu kali kami sama-sama mengkritisi masalah bangunan pertokoan di kota Pontianak yang kala itu banyak berbentuk “kotak sabun (soapbox)” Coba lihat sajalah foto kota Pontianak masa lalu, yang kini dengan mudah dapat dilihat melalui media sosial (medsos).
Demikian pula tentang masalah drainase-drainase /parit (drainage/ditch) yang kian banyak ditutup, dan tertutup, akibat perkembangan pembangunan di pusat kota Pontianak.
“Ribut-ribut” masalah ini akhirnya Harian Akcaya-Pontianak Post kala itu memotori pelaksanaan seminar Kota Pontianak, terutama menyoroti bangunan pertokoan dan masalah drainase kota.
Dr. Si Tinggal menjadi salah satu pembicara, dan Saya sendiri sayangnya saat itu sedang berada di Yogyakarta mengikuti Program dari Pusat Antar Universitas(PAU) UGM sekitar 2 bulan; yang tak boleh ditunda.
Baca Juga : Hadiahkan Kesan Dalam Tulisan bagi Prof DR Syarif Ibrahim Alqadrie
Kesederhanaan, kesantunan, keseriusan, memang tampaknya sudah menjadi ciri-ciri Beliau dalam acara apapun. Pak Doktor Si Tinggal selalu menghargai setiap orang yang bertanya ataupun memberikan masukan.
Setelah menyandang gelar Profesor dalam bidang Sosiologi, dalam setiap kehadiran dalam rapat, seminar dan pertemuan lainnya, sepengetahuan Saya, Prof. Si Tinggal tetap berpenampilan sederhana, santun, serius, juga santai, tanpa menggurui.
Setiap berbicara, menjawab pertanyaan, bertanya dan memberikan masukan, selalu disampaikannya dengan ciri-ciri utamanya itu, yaitu mudah dipahami, ditambah senyumnya.
Padahal diketahui Beliau tentunya mahir berbahasa Inggris, karena cukup lama menuntut ilmu di USA, negeri yang terkenal bebas itu.
Prof Si Tinggal selalu bicara berdasarkan data, fakta dan realitas social. Itu sebabnya Beliau tentu siap menerima risiko apapun dari apa yang dibicarakannya, dan siap pula untuk dibenci.
Sejak mencapai gelar doktor, apalagi profesor, Beliau konsisten sebagai akademisi dalam bidangnya: sosiologipolitik, Pembangunan, studi konflik dan perdamaian.
Beberapa topik yang sering dibicarakan, sepengetahuan Saya, adalah masalah-masalah kemiskinan, konflik, perdamaian dansosial kemasyarakatan dan lainnya seperti ketidakadilan/ketimpangan sosial, juga masalah terorisme.
Ketika terjadi konflik di Kalbar khususnya, Indonesia umumnya, Beliau selalu menjadi nara sumber utama koran nasional.
Masalah-masalah di atas dapat saja muncul sampai kapan pun.Mereka sangat sensitif jika dibicarakan dan ditulis untuk konsumsi publik dengan data dan fakta ala kadarnya.
Tidak demikian halnya SIA. Sejauh ini tidak tampak secara mengemuka yang ditanggapi negatif tentang apa-apa yang ditulis atau dibicarakan oleh Beliau, meskipun yang tidak menyenangi tentu saja ada.
Pada tahun 2000-an, ketika menjabat sebagai Direktur Program Pasca Sarjana Ilmu-Ilmu Sosial Untan, Prof Si Tinggal pernah meminta Saya sebagai penguji tesis untuk salah seorang mahasiswa bimbingannya.
Tesis tersebut mengkaji permasalahan angkutan umum (oplet) di kota Pontianak yang kala itu terus mengalami penurunan jumlah penumpang, dan armadanya.
Dari sini terlihat kejelian Beliau dalam melibatkan dosen lain dalam program studinya. Juga pernah meminta Saya untuk menyajikan paper masalah konflik dalam satu seminar yang Beliau bersama tim dari luar negerinya, Prof. Dr. Timo Kivimaki, selenggarakan.
Tak jelas mengapa meminta Saya, padahal latar belakang Saya adalah Teknik Sipil. Mungkin selama itu, Beliau selalu mengikuti tulisan opini Saya dalam harian Akcaya-Pontianak Pos kala itu yang selalu menyoroti masalah sosial kemasyarakatan, umum, lingkungan hidup, dan tentu saja masalah infrastruktur teknik sipil.
Untung saja Saya ada bekal sedikit ilmu ”Rekayasa Sosial”(Social Engineering) yang juga lagi ”ngetop saat itu, sehingga ada ”keberanian” juga untuk berbicara masalah konflik, di luar ilmu utama Saya.
Kala itu dari tahun 2000 s/d 31/5 2006, Beliau adalah Koordinator Indonesian Conflict and Peace Study Network (ICPSN) se Kalimantan.
Sejak 1 Juni 2006-sekarang, Beliau menjabat Ketua ICPSN se-Indonesia yang berkantor Pusat di University of Helsinki, Filandia, dan Cabang Utama di Nordic Institute of Asian Study (NIAS), Copenhagen, Denmark.
Hal ini menunjukkan bahwa Prof Si Tinggal diakui secara nasional maupun internasional dalam hal studi konflik, dan perdamaian. Jadi sangat wajar jika Beliau cukup banyak mendapat penghargaan, dan sepengetahuan Saya memang tidak banyak profesor di negeri ini yang berani berbicara tentang kemiskinan, konflik, dan ketidakadilan, apalagi masalah terorisme.
Pengamatan Saya, ke-tak pernah tertinggal-an Beliau sangat terlihat era ini ketika menjabat sebagai Direktur Program Pasca Sarjana Ilmu-Ilmu Sosial Untan, dimana hubungan dengan pihak di luar Untan kian banyak karena nama Beliau yang kian dikenal luas.
Baca Juga : Mengenal Tokoh Melintas Zaman Prof Dr Syarif Ibrahim Alqadrie
Beliau pun membuat laman khusus yang antara lain adalah : https://salqadrie.wordpress.com/ ; https://syarif-untan.tripod.com/ ; https:// independent.academia.edu/SAlqadrie
Pada era dimana Rektor Untan dijabat oleh Prof. DR. H. Thamrin Usman, kami para guru besar termasuk tentunya Prof Si Tinggal, diundang untuk mengikuti pertemuan tahunan Forum Guru Besar (FGB), diantaranya di Jakarta, Ujung Pandang, Manado, Yogyakarta, dan Denpasar/Bali.
Setiap pertemuan Prof Si Tinggal selalu menyempatkan diri menanggapi presentasi pembicara, berbicara, bertanya, atau menyampaikan saran, tetap dengan cara sederhana, senyum, sistematis, terarah, terfokus, tanpa menyinggung siapapun.
Pada suatu hari ketika para guru besar dari Untan beserta isteri lagi kumpul-kumpul di lobi hotel menunggu jemputan penyelenggara pertemuan FGB di Bali ke lokasi pertemuan, dalam satu obrolan santai, tiba-tiba Prof Si Tunggal nyeletuk dengan bahasa Melayu Pontianak,”Cop tak bale’ yee,” sambil tersenyum serta tawa.
Entah ape tuh yang di-cop tak bale’- kan, mungkin Beliau maseh ingat.
Sepengetahuan Saya, beberapa tahun sebelum purna tugas, Beliau pernah di opname di salah satu rumah sakit di Pontianak.
Beberapa waktu Beliau harus istirahat, dan Alhamdulillah sembuh. Setelah memasuki usia pensiun, tahun 2016, Beliau juga karena sakit. Kini Beliau tampaknya selalu konsultasi kesehatan.
Suatu saat, melalui WA/email, saya meminta Beliau menulis Kata Pengantar dalam buku Saya Kumpulan 49 Kolom Serius Santai
1. Saya tidak tahu bahwa ketika itu Beliau sedang dalam perawatan. Beberapa waktu kemudian Beliau membalas WA juga email yang Saya kirim. Dengan bahasa santun, Beliau menyatakan tidak bisa cepat menulis karena sedang dalam perawatan setelah pasang cincin pada jantung (inserting a heart ring or stent on heart) di Rumah Sakit Harapan Kita (Har-Kit), Jakarta. Beliau memohon maaf.
Dengan semangat untuk tetap berkarya tulis, menyebarluaskan ilmu yang diketahui, dan tidak tinggal diam, Beliau tak mau menolak permintaan seseorang. Dalam usia di atas 70 tahun tampaknya merupakan cara-cara yang membuat Beliau tetap sehat, aktif berpikir.
Kemiskinan, dan konflik sebagai dua hal utama yang selalu beliau bahas telah mengantar Beliau keliling nusantara, dan melanglang buana ke luar negeri, sebagai profesor tamu, dan menerima sejumlah penghargaan.
Hal ini tampaknya tidak mudah diperoleh orang lain. Ini semua berkat Kejujuran, Keamanahan, Kekonsitenan dalam berpihak/bersikap, keberpihakan yang jelas pada keadilan masyarakat atau pihak yang dizalimi, kemiskinan, keberanian, dan kerja keras.
Saya hanya menyarankan agar solusi kemiskinan, konflik, dan yang lain-lainnya itu, dapat dibukukan secara lebih praktis, sederhana dan singkat.
Sebagai tetangga, yang tinggal di lingkungan Untan, sebelum wabah Covid-19, kami selalu saling balas kunjung dalam ber Idul Fitri. Kami yang lebih muda biasanya lebih duluan berkunjung. Dalam suatu kunjungan Idul Fitri ke rumah Beliau, setelah mempersilakan duduk, tiba-tiba berkata:
”Sudah lama suare karaoke Bapak, dan Ibu tak terdengar. Saya senang dengan lagu-lagu lama yang Bapak, dan Ibu nyanyikan/duetkan.”
Berfoto bersama dalam kunjungan saya di rumah Prof. Dr. Si Tinggal
Kami jadi agak malu. Ternyata Prof Si Tinggal dan isteri-Sarah Onga Hermina Roosen (Alfatihah untuk almarhumah), mendengar suara karaoke kami berduet atau sendirian.
Saya hanya menjawab, Maaf yee Prof kalo ngganggu, maklom suare orang tue, mengibor diri”. Memang, usai salat Ashar, sebelum makan sore, kami suka santai, ngeteh/ngopi, sambil berkaraoke ria.
Beliau dan Ibu tersenyum sambil berkata, ”teruskan jak, kame’ juga terhibur, senang dengan lagu-lagu lama/kenangan.”
Prof Si Tinggal, sebagai tetangga, tak lupa menyuruh anaknya mengantarkan buah-buah masak pohon dari tanaman Mangga, dan Durian di halaman belakang rumah Beliau yang cukup luas, berbatasan dengan halaman rumah kami. Terima kasih Prof.
Dalam purnatugas, Beliau tampaknya masih tetap bersemangat, sibuk sebagai dosen tamu, penguji, nara sumber, juga kegiatan sosial yayasan yang dibentuknya: Alqadrie Center.
Baca Juga : Prof Dr Syarif Ibrahim Alqadrie Sosok Teladan Bagi Para Dosen
Hal ini dapat dilihat dari laman https://independent.academia.edu/SAlqadrie, yang memuat 26 paper Beliau, diantaranya sejumlah paper setelah Beliau purnatugas.
Semangat untuk terus berkarya dan membagi ilmu, tampaknya membuat Beliau masih tetap bersemangat, dan berpemikiran tetap jernih.
Sejumlah buku telah diterbitkan yayasan Beliau, ACP. Setidaknya Saya punya tiga buku karya Beliau yang diantaranya adalah : Perjalanan Rokhani dan Fisik Penuh Mukjizat, Kisah Perjalanan Ibadah Haji di Tanah Suci 1433H/2012 H Kumpulan Tulisan Perjalanan Haji.
Dalam buku ini (terbitan 2014) Beliau menulis tak lupa menggunakan literatur dalam dan luar negeri. Etika ilmiah tetap tidak Beliau tinggalkan.
Jika dibaca cermat, buku ini tampaknya berbeda dengan buku-buku lainnya yang sejenis.
Beberapa minggu setelah Idul Fitri 2024, masih dalam bulan Syawal 1445 H, Saya mengirim WA/email untuk berkunjung ke rumah Beliau.
Prof Si Tinggal membalas WA/email dengan mempersilakan ke rumah sekitar pukul 09.00. Pada waktu yang ditentukan itu Saya pun ke rumah Beliau. Sebelum masuk ke ruang tamu, Saya lihat pintu depan rumah sudah terbuka lebar, Beliau sedang duduk, siap menerima kunjungan.
Saya salut dengan kedisiplinan beliau dengan janjinya, tepat waktu. Kedisiplinan tampaknya menjadi salah satu sikap yang Beliau miliki.
Kedisiplinan ini tentunya tidak bisa terbentuk langsung seketika. Tetapi itu merupakan suatu proses dalam kehidupan seseorang. Sikap ini tentunya perlu diteladani bagi siapapun yang ingin sukses dalam pekerjaan/profesinya.
Dalam kesempatan tersebut saya menyerahkan dua set buku Kumpulan 49 Kolom Serius santai 1 dan 2. Kata Pengantar Beliau dimuat dalam buku ke-2 berjudul : Metodologi Pengamatan dan Penulisan Penyeimbang Harmonis Antar Iman dan Takwa (Imtak) dan Ilmu Pengetahuan Keternikan(IPK) dengan Ilmu Sosial Kemasyarakatan (ISK).
Baca Juga : Dedi Khansa : Kagum dan Bangga Terhadap Dr. Syarif I. Alqadrie
Kata Pengantar dalam buku saya tampaknya beliau persiapkan cukup lama. Menurut Saya pola penulisannya sangat jauh berbeda dengan Kata Pengantar dalam buku-buku lainnya selama ini.
Hal ini merupakan kelebihan Beliau dalam menulis. Saya cukup kaget karena dalam menulis Kata Pengantar itu Beliau tetap menggunakan sejumlah referensi termasuk referensi terbaru.
Ketika menyerahkan buku tersebut, kami sekaligus menyempatkan diri berfoto bersama, termasuk sama-sama sudah purnatugas.
Pada saat itu Prof Si Tinggal menghadiahkan sebuah buku berjudul : Ketidakadilan, Kemiskinan, Keterpurukan & Terorisme. Buku cetakan keempat ini diterbitkan oleh : Alqadrie Center press, April 2018. Terbitan pertama buku ini dilaksakan pada Desember 2016 ketika baru sekitar tiga bulan Beliau memasuki usia purnatugas.
Hal ini menunjukkan buku ini banyak peminatnya, baik untuk dibaca maupun untuk dijadikan referensi mahasiswa atau pihak lainnya.
Seorang penulis yang menguasai bidang ilmunya, tentu tulisannya enak dibaca, penuh dengan daftar Pustaka/literatur, dan hasil pemikiran penulisnya.
Sebagai seorang penulis, Saya sangat mensyukuri dihadiahi buku itu, yang suatu saat bisa dijadikan bahan rujukan dalam tulisan sosial kemasyarakatan, non teknik sipil. Terima kasih Prof.
Prof Si Tinggal adalah seorang Guru Besar yang tak pernah mengenal lelah mengamalkan ilmunya. Beliau, disamping sederhana, sabar, juga tampaknya seorang Guru Besar yang murah hati, tidak akan menolak permintaan orang lain, atau kalaupun menolak dengan cara sangat santun tidak mengecewakan si peminta.
Imam Junaid al-Baghdad dalam bukunya Kitab Risalah Tauhid. Jakarta: DivaPress, 2018, pernah berkata bahwa : ada empat hal yang mengangkat manusia ke derajat tinggi meski amal dan ilmunya sedikit, yaitu kesabaran, kesederhanaan, kemurahan hati, dan akhlak yang baik.
Keempat hal ini ada pada Prof SIA Si Tinggal, ditambah dengan amal dan ilmu yang banyak. Insya Allah derajat tinggi tersebut sudah menjadi miliknya sampai kapan pun.
Beliau juga tampaknya terencana dalam bekerja. Hal ini tergambar dari Kata Pengantar yang Beliau siapkan untuk melengkapi buku saya Kumpulan 49 Kolom Serius santai 2.Kata pengantar itu berjulan lebih dari 70 halaman!!! Dan betul-betul sudah melengkap buku saya.
Insya Allah buku saya dengan kata pengantar Beliau sangat memuaskan dan menunjukkan ke- tak pernah Tertinggal-kan.
Baca Juga : Mengenal Professor Syarif Ibrahim Al Qadrie, Guru Besar Teladan dan Akademisi Profesional
Semoga Prof Si Tinggal tetap sehat, masih bisa berbagi ilmu kepada masyarakat umum/kampus dalam bidang ilmunya; panjang umur sehat wal-afiat, tetap berkarya, menjadi panutan bersama. ***
Penulis Oleh : Abdul Hamid