HARIAN BERKAT – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) menggelar talkshow dalam rangka roadshow Bulan Literasi Kripto Tahun 2025.
Talkshow Kripto dan Blockchain Pontianak: Peluang Lokal dan Dampak Globalisasi di Gedung Taeter 1 Universitas Tanjungpura Pontianak, Kamis 20 Februari 2025.
Kepala OJK Provinsi Kalbar, Rochma Hidayati, mengatakan kegiatan ini merupakan langkah strategis dalam memperkuat pemahaman terhadap ekosistem aset kripto dan peran bersama dalam membangun regulasi yang lebih inklusif, inovatif, serta berkelanjutan.
Seperti diketahu bahwa OJK kini juga memiliki tugas pengaturan dan pengawasan aset kripto. Dengan peralihan tugas ini merupakan amanat dari UU P2SK tentang Peralihan Tugas Pengaturan dan Pengawasan Aset Keuangan Digital, termasuk Aset Kripto, yang mengatur bahwa peralihan tugas dari Bappebti ke OJK.
“Peralihan tugas ini membawa perubahan yang signifikan, termasuk pengkategorian ulang aset kripto dari komoditas menjadi instrumen keuangan,” katanya.
Baca Juga : Cegah Korupsi, OJK Ajak Mahasiswa Tanamkan Integritas Sejak Dini
Menurutnya, transformasi ini menandai evolusi penting, di mana aset kripto tidak lagi hanya dianggap sebagai barang yang diperdagangkan untuk tujuan spekulasi, melainkan diakui sebagai produk keuangan yang kompleks dan terintegrasi dengan sektor jasa keuangan lainnya sehingga berpotensi memengaruhi stabilitas sistem keuangan dan perekonomian secara keseluruhan.
“Langkah ini tidak hanya bertujuan untuk menciptakan ekosistem aset kripto yang lebih aman, transparan, dan inovatif, tetapi juga untuk meningkatkan kepercayaan investor, memastikan kepatuhan terhadap prinsip tata kelola yang baik, serta mendukung integrasi pada sistem keuangan nasional,” papar Rochma.
Sejalan dengan perubahan ini, Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam adopsi aset kripto. Berdasarkan laporan Chainalysis tahun 2024, Indonesia menempati peringkat ke-3 dalam Global Crypto Adoption Index , di bawah India dan Nigeria.
Data Bappebti juga mencatat bahwa per Desember 2024, jumlah pelanggan aset kripto meningkat secara persisten hingga mencapai 22,9 juta akun dengan nilai transaksi aset kripto sepanjang tahun 2024 mencapai Rp650,6 triliun atau meningkat 335,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Lonjakan ini tidak hanya mencerminkan semakin luasnya pemanfaatan aset kripto oleh masyarakat, namun juga menegaskan peran strategis Indonesia dalam ekosistem keuangan digital global.
“Berdasarkan data BAPPEBTI pada Desember 2024, dari total seluruh Investor Kripto di Indonesia, sebanyak 5,1 persen diantaranya adalah Investor Kripto yang berasal dari Kalbar. Hal ini menunjukkan besarnya minat masyarakat Kalbar berinvestasi digital pada instrumen kripto,” ungkapnya.
Rochma kembali mengingatkan delain eksplorasi potensi aset kripto, salah satu tantangan terbesar dalam industri ini adalah minimnya literasi masyarakat mengenai aset kripto.
Dan berdasarkan laporan Cryptoliteracy.org tahun 2024 , secara umum hanya 31,8 persen responden global yang benar-benar memahami prinsip dasar aset kripto, sementara di Indonesia, angka tersebut diperkirakan lebih rendah.
Oleh karenanya, OJK menempatkan para Pedagang Aset Kripto sebagai aktor yang memiliki peran strategis dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan, khususnya dalam konteks penggunaan aset kripto yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Baca Juga : OJK Dorong Generasi Muda Pahami Keuangan Digital, Kuliah Umum di Universitas Palangkaraya
“Peran strategis tersebut kami tuangkan dalam POJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan yang mengamanatkan bahwa pelaku usaha jasa keuangan (PUJK), termasuk Pedagang Aset Kripto, memiliki kewajiban untuk memberikan edukasi yang memadai kepada konsumen guna memastikan bahwa setiap keputusan investasi dilakukan dengan pemahaman yang komprehensif terhadap manfaat, risiko, dan karakteristik aset kripto,” jelas Kepala OJK Provinsi Kalbar, Rochma.
Hal ini menjadi semakin krusial mengingat tingkat literasi keuangan di Indonesia masih memerlukan peningkatan yang signifikan.
Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 oleh OJK, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia baru mencapai 65,43 persen, sementara tingkat inklusi keuangan telah mencapai 75,02 persen.
Menurutnya, gap ini menunjukkan bahwa meskipun akses terhadap layanan keuangan digital semakin luas, pemahaman masyarakat terhadap produk keuangan, termasuk aset kripto, masih perlu diperkuat.
Aset keuangan digital termasuk aset kripto membawa potensi yang sangat besar dalam mendorong inovasi di sektor keuangan, meningkatkan efisiensi transaksi, serta membuka akses yang lebih luas terhadap layanan keuangan digital. Namun, di balik peluang tersebut, terdapat pula berbagai risiko yang harus dikelola dengan cermat, seperti volatilitas pasar, potensi penyalahgunaan untuk kegiatan ilegal, serta ancaman terhadap stabilitas sistem keuangan.
Baca Juga : OJK Tingkatkan Literasi Keuangan Masyarakat Melalui Gerakan Nasional Cerdas Keuangan Hingga Indonesia Timur
“Oleh karena itu, penting bagi kita untuk tidak hanya melihat potensi aset kripto sebagai instrumen inovatif, tetapi juga memastikan bahwa setiap pengembangannya dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik,” tambahnya.***