JPU Tuntut Terdakwa Persetubuhan Anak di Singkawang Selama 10 Tahun

  • Bagikan
Ilustrasi Persidangan

HARIAN BERKAT – Terdakwa HA, yang merupakan Anggota DPRD Singkawang yang diduga melakukan perbuatan persetubuhan terhadap anak dibawah umur di tuntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) selama 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp2,5 Miliar, dan apabila tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana penjara selama 3 bulan.

“Selain itu, terdakwa HA juga dibebankan untuk membayar biaya restitusi sebesar Rp130 juta dan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 3 bulan serta membayar biaya perkara sebesar Rp5000,” kata Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Singkawang, Heri Susanto usai sidang pembacaan tuntutan kepada terdakwa HA di Kantor Pengadilan Negeri Singkawang.

Menurutnya, HA terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa akan melakukan persetubuhan dengannya, sebagaimana dalam dakwaaan alternatif kesatu melanggar pasal 81 ayat (1) UU RI Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU Jo Pasal 76D UU RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.

Selanjutnya, sidang dengan agenda pembelaan dari penasehat hukum HA akan digelar pada 9 Mei 2025.

BACA JUGA : Polisi Ungkap Kendala Penyelidikan Kasus Keributan Razman di Ruang Sidang

Sementara Lembaga Bantuan Hukum Rakyat Khatulistiwa (RAKHA), sebagai pendamping hukum korban, memberikan tanggapan atas tuntutan tersebut.

Dalam pernyataannya, Mardiana Maya Satrini dan Agustini Rotikan, S.H., menyampaikan bahwa tuntutan tersebut belum mencerminkan rasa keadilan dan belum menyentuh batas maksimal sebagaimana seharusnya dalam perkara kejahatan seksual terhadap anak.

“Kami menilai bahwa tuntutan tersebut belum maksimal. Kami tetap berharap agar majelis hakim dalam putusannya menjatuhkan hukuman yang maksimal sebagaimana diatur dalam Pasal 81 ayat (2) juncto Pasal 76D Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No.17 Tahun 2016. Ancaman hukumannya mencapai 15 tahun penjara dan dapat ditambah sepertiga apabila pelaku adalah orang yang memiliki hubungan kekuasaan atau pengaruh terhadap anak, termasuk pejabat dan tokoh agama,” tegas Agustini Rotikan, S.H.

BACA JUGA : Sidang Isbat Awal Syawal 1446 H Digelar 29 Maret 2025

LBH RAKHA juga menegaskan, bahwa terdakwa merupakan pejabat publik dan tokoh masyarakat yang seharusnya menjadi pelindung, bukan predator. Tindakan yang dilakukan oleh terdakwa adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah publik dan pelanggaran serius terhadap hak anak.

“Kepada majelis hakim, kami minta menggunakan kewenangannya untuk menjatuhkan putusan yang berpihak pada korban. Ini bukan hanya soal menghukum pelaku, tapi soal masa depan korban, soal efek jera, soal pesan moral dan keadilan bagi masyarakat luas. Jangan sampai vonis yang ringan melahirkan ketidakpercayaan publik terhadap lembaga peradilan,” kata Mardiana Maya Satrini.

LBH RAKHA juga menyerukan kepada seluruh masyarakat dan media untuk terus mengawal proses persidangan ini hingga akhir. Harus ada jaminan bahwa keadilan benar-benar ditegakkan, terutama bagi korban dari kelompok rentan seperti anak dan keluarga tidak mampu.

  • Bagikan