Mulai Bulan Depan, Tentara Transgender Didepak dari Militer Amerika Serikat

  • Bagikan
Ilustrasi Tentara AS

HARIAN BERKAT – Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Pete Hagseth, mengeluarkan memo internal yang memerintahkan militer untuk mulai memberhentikan tentara transgender yang menolak mengundurkan diri secara sukarela mulai 6 Juni 2025.

Instruksi ini muncul menyusul keputusan Mahkamah Agung pada Selasa 6 Mei 2025 yang menyatakan larangan terhadap tentara transgender sah diberlakukan.

Baca Juga: Pemkab Cianjur Kirim Siswa LGBT ke Barak Militer, Ini Alasan Bupati

Hagseth menyatakan bahwa personel aktif yang mengidentifikasi diri sebagai transgender diberi waktu hingga 6 Juni untuk mengundurkan diri secara sukarela, sementara tentara cadangan memiliki tenggat hingga 7 Juli. Setelah batas waktu tersebut, proses pemecatan akan diberlakukan.

Langkah ini menandai kembalinya kebijakan eksklusif militer terhadap transgender yang sebelumnya dilarang secara terbuka berdinas oleh pemerintahan Donald Trump pada 2017. Larangan tersebut sempat dibatalkan oleh Presiden Joe Biden pada awal masa jabatannya tahun 2021, sebagai bagian dari kebijakan inklusif terhadap komunitas LGBTQ.

Trump, yang kembali menjabat sejak 20 Januari 2025, langsung mengeluarkan perintah eksekutif pada hari pelantikannya yang menyatakan bahwa militer hanya mengakui dua jenis kelamin: laki-laki dan perempuan, tanpa adanya opsi transisi gender.

Kebijakan baru ini diperkirakan akan berdampak pada ribuan anggota militer. Pada 2016, di bawah kepemimpinan Presiden Barack Obama, diperkirakan ada lebih dari 4.000 personel transgender yang berdinas secara terbuka. Namun, kelompok pendukung hak-hak LGBTQ meyakini jumlah sebenarnya lebih besar.

Sementara itu, survei Gallup yang dirilis Februari 2025 menunjukkan 58% warga Amerika mendukung keikutsertaan transgender dalam militer. Angka tersebut mengalami penurunan signifikan dibandingkan tahun 2019 yang mencapai 71 persen.

Baca Juga: KNPK Minta Masyarakat Waspada Kelompok LGBT yang Makin Masif dan Terorganisir

Keputusan ini diperkirakan akan memicu reaksi keras dari kelompok hak sipil dan organisasi veteran, yang menilai kebijakan tersebut sebagai bentuk diskriminasi terhadap individu berdasarkan identitas gender mereka.

  • Bagikan