HARIAN BERKAT – Pernahkah Anda merasa kecewa ketika menolong seseorang, lalu kebaikan itu tidak dihargai? Atau bahkan, bukannya mendapat ucapan terima kasih, justru malah dilupakan, diabaikan, bahkan dibalas dengan sikap yang menyakitkan? Jujur saja, hati ini bisa terasa perih, seakan-akan semua kebaikan kita sia-sia. Tetapi, tahukah Anda bahwa justru di situlah Allah sedang mendidik kita tentang makna keikhlasan yang sesungguhnya?
Kebaikan sejati tidak diukur dari seberapa banyak orang berterima kasih, melainkan dari seberapa tulus hati kita dalam melakukannya tanpa pamrih. Sebab, jika kita berharap balasan dari manusia, maka bersiaplah untuk kecewa. Namun, jika kita hanya berharap balasan dari Allah, maka sesungguhnya pahala dan keberkahan akan mengalir, meski tidak ada satu manusia pun yang tahu atau mengakuinya.
Baca Juga: Mutiara Hati: Keinginan Belum Tentu Kebaikan
Bayangkan, ketika Anda menolong seseorang dengan ikhlas, lalu tidak ada ucapan terima kasih sama sekali, apa artinya? Itu artinya Allah sedang melatih hati Anda untuk tidak bergantung pada manusia, melainkan hanya kepada-Nya. Allah sedang mengajarkan betapa manisnya memberi tanpa syarat, tanpa pamrih, dan tanpa rasa ingin dipuji. Inilah kelezatan keikhlasan, sebuah kenikmatan batin yang tidak semua orang bisa merasakannya.
Pernah ada seorang guru tua yang berkata kepada muridnya, “Jika engkau ingin bahagia saat memberi, maka lepaskan harapanmu dari manusia. Karena semakin engkau berharap balasan dari manusia, semakin sering engkau terluka. Tetapi jika engkau berharap kepada Allah, engkau akan selalu merasa cukup, meski tak seorang pun peduli.” Kalimat sederhana ini seakan membuka mata kita bahwa sumber luka itu bukan pada orang lain, melainkan pada harapan kita sendiri.
Mari kita lihat realitas di sekitar kita. Betapa sering kita melihat orang yang kecewa karena merasa jasanya tidak dihargai. Ada seorang ayah yang marah karena anaknya tidak berterima kasih setelah dibelikan sesuatu. Ada seorang teman yang sakit hati karena bantuan finansialnya dianggap biasa saja. Bahkan ada relawan yang mundur dari kegiatan sosial karena merasa kebaikannya tidak pernah disebutkan. Padahal, bukankah tujuan awalnya untuk menolong? Di sinilah jebakan hati sering muncul.
Allah ingin mengangkat derajat kita dengan cara yang indah. Ketika kebaikan kita tidak dihargai, sebenarnya Allah sedang memperbesar pahala kita. Karena pahala terbesar justru datang dari amal yang dilakukan murni karena Allah, bukan karena ingin pujian, bukan karena ingin dikenang. Semakin sedikit apresiasi dari manusia, semakin murni niat itu terjaga, dan semakin besar pula balasan dari Allah.